RSS

Aku ingin kampusku penuh dengan buku…

Menjadi Calon Presiden BEMF

Nov – Des 2008


Aku senang mengurai pengalaman, maka ini adalah salah satu pengalamanku yang berharga:

“Menjadi Calon Presiden BEMF”!!



Menalar Politik Kampus

Menjadi Capres? Ya… Tapi ini sebenarnya tampak seperti permainan! Siapa yang berusaha lebih baik dan mempunyai kekuatan lebih besar, maka dia yang akan menang! Aku suka menamakan pengalamanku ini sebagai ‘usaha menegakkan ideologi’. Ya, apa yang aku bawa untuk maju menjadi pemimpin adalah suatu ideologi.


Sebenarnya aku sama sekali tidak tertarik dengan politik kampus, kotor… jorok… munafik!! Bayangkan! Jika pemerintahan negara kita bisa korupsi sampai jutaan rupiah, maka pemerintahan mahasiswa pun sangat mungkin untuk berbuat hal serupa! Gila bukan?? Dan itu yang menjadi tembok penghalang terbesarku mengapa tidak berniat barang secuil pun untuk menjajaki politik kampus, bahkan di saat ada partai besar di kampus yang menjanjikanku akan menang dalam PEMIRA (Pemilu Raya) jika bergabung menjadi Capres dari partainya.


Hingga pada suatu sore, seusai kajian IMM Psikologi di kampus, aku bertemu dengan alumni IMM Psikologi (Ka Adang) di kantin. Pembicaraan kita saat itu diawali dengan pertanyaan, “Bal, siap maju jadi Capres ga lo??”.

“Wah.. Bang, engga tertarik… Biarlah lha yang lain aja…”.

“Ya.. Lu gimana, kenapa lo ga mau? Terus lo biarin aja tu orang2 ga berkompten maju jadi Capres?? Orang dah bisa nilai lu bal, dibanding calon-calon yang ada sekarang”.

“Politik kampus terlalu kotor bang, saya ga tertarik. Lagian saya ke depan cuma mau fokus dengan kuliah Psikologi ma kembangin tulis menulis”.

“Lo cuma membentengi diri lo aja BaL!! Membangun persepsi yang itu belum tentu buruk kalo lo jalanin.. Orang besar itu bisa nyelesaian masalah besar secara sekaligus walau rumit! Mau fokus kuliah ma nulis? Ya lo bawa aja BEM sesuai minat ma hobi lo Bal”.

…………..


Kata-kata k’Adang mulai menjadi pertimbangkanku,, otakku pun mulai sedikit terbuka untuk menjajal satu kepemimpinan di kampus. Tapi sebenarnya yang paling mengubah persepiku tentang kesiapan menjadi capres adalah ungkapan k’Adang, “Nah, terus ngapain lo mu ngadaian seminar ‘How to Balance your Study’ kalo lo sendiri engga berani untuk jadi calon presiden BEMF??!”

Degghh!!


Beberapa hari sebelum ini K’Adang memang memberikan sejumlah dana untuk kegiatan IMM Psikologi yang aku pimpin, dan itu tidak sedikit jumlahnya. Dana itu rencananya akan dibuat seminar ‘How to Balance Your Study’, yaitu tentang bagaimana kita berhasil dalam organisasi dan kuliah. Tentu saja ungkapannya diatas menjadi kritik paling ‘pedas’ yang pernah aku terima, dan ini mulai mengubah semua persepsiku tentang pencalonan sebagai Presiden BEMF!


Sepulang dari kampus magrib itu, aku langsung ke kosan, lalu menyalakan komputer dan mulai menulis sebuah strategi untuk beberapa hari ke depan dan membangun sebuah ideologi, aku siap menjadi Capres!

***

Sistem perpolitikan di kampus UIN Jakarta adalah melalui Partai (Student Government), jadi setiap organisasi ekstra kampus mempunyai partai masing-masing, IMM (Progressive), HMI (Parma), PMII (PPM), KAMMI (PIM), dan FORKOT (BOENGA). Perpolitikan kampus memang benar2 seperti perpolitikan pemerintahan negara kita. Akan ada banyak dana dikeluarkan dalam kampanye, dan akan ada banyak cara juga yang bisa dilakukan ‘apapun itu’ agar calonnya menang dalam PEMIRA. Tak heran pada akhirnya akan terjadi bermacam konflik, karena orientasi mereka adalah menang!

***


‘Konflik’ dalam Pencalonan

Sekitar satu jam setelah menyatakan siap menjadi capres, aku mendapat telepon dari DPP PIM. Uhh… benar2 suatu upaya luar biasa anak2 PIM untuk menjadikanku capres dari partainya. Sejauh ini yang mendesak dan mendukungku menjadi capres hanyalah anak2 PIM, mereka datang langsung ke kosan untuk ngobrol, menanyakan lewat hp, dan sebagainya. Yang kesemua itu ku jawab dengan jawaban “Tidak!”. Sehingga, aku sudah dapat mengira telfon ini akan kembali menanyakan kesiapanku menjadi Capres, dan untuk kali ini mereka beruntung!

“Bal, ane bicara sebagai DPP PIM nih.. Ente siap maju jadi Capres engga bal?? Kita dah mempersiapkan segalanya, tinggal kesiapan dari Iqbal?”.


Lama aku memberikan jawaban, dan,,, “Ya, ente beruntung, ane sekarang Insya Allah siap jadi Capres!” tukasku.

Maka beberapa hari kemudian aku mulai mengadakan rapat dengan anggota IMM Psikologi. “Temen2, saya mau tanya ma kalian semua terkait PEMIRA, siap ga kalo kita pegang BEM?? Angkat tangannya yang siap??”

Semua anggota dari semester satu mengangkat tangan menyatakan kesiapannya, kecuali semester 3 dan 5.

“Saya diminta jadi Capres dari PIM (sekarang PIM yang pegang BEM), Nah, saya siap maju jadi Capres kalo kalian siap? Tapi kalo engga, ya ga perlu, karena saya maju untuk kalian dan untuk nama kita bersama, IMM…”

“Ya Kak, maju aja… Insya Allah kita siap..”


Maka seusai kumpul itu, IMM dengan partainya PROGRESSIVE menyatakan ikut dalam PEMIRA.

Nah, awalnya aku mengira bahwa aku akan dicalonkan dari dua partai, yaitu PROGRESSIVE dan PIM, dengan artian PIM mendukung aku sebagai calon dari PROGRESSIVE… Ternyata tidak! Mereka berharap sebaliknya, “Nte maju dari PIM, dan PROGRESSIVE mendukungnya baL…”.


Maka di sinilah ‘konflik’ itu bermula..

“Saya punya partai sendiri untuk menjadi Capres, kenapa harus maju dari partai nte?”

“PIM partai besar Bal… PROGRESSIVE kan masih dinilai kecil. Dulu juga ada kader IMM yang jadi Presiden karena maju dari PIM Bal… Ini cuma masalah dari partai yang mana aja…”

“Bang, kalau saya maju dari partai nte, itu berarti mengulang sejarah, tapi kalau ane maju dari partai ane sendiri, berarti ane dah buat sejarah, karena ini untuk pertamakalinya ada calon dari Progressive untuk BEM. Dan ane lebih suka membuat sejarah daripada mengulang sejarah!” jelasku.

“Bal, nte dah disiapin selama satu tahun di BEM untuk maju jadi Presiden setelah ane…”

“Bang, ane engga pernah tau itu, ane di BEM sebatas menjalankan tugas, bukan untuk dicalonkan jadi Presiden ke depannya!”


Aku menambahkan sebagai pernyataan terakhir, “Kalau kita punya tanggungjawab untuk Psikologi, maka sebenarnya dari partai manapun ane maju itu ga masalah, tapi kalau kita masih bertanggungjawab pada partai, maka egoisme partai lebih ditonjolkan. Dan catatan pentingya, ane punya partai sendiri, afwan, terima kasih bang”.


Menggagas Kepemimpinan

Dengan penuh optimisme, maka aku menyatakan diri sebagai calon presiden dari Partai PROGRESSIVE, menghadapi empat calon lainnya dari partai yang lebih besar. Keputusan tersebut diambil tidak lebih dari seminggu sebelum batas akhir penyerahan nama Capres dan Cawapres, (Hm, cukup berani bukan?!). Aku maju bersama Fakhriy (sem 3) sebagai Cawapres.


Satu yang tak pernah terkira lagi, aku baru mengenal Fakhry sesaat sebelum penyerahan nama Capres ke KPU. Fakhry masuk IMM melalui Masta Istimewa, artinya rekrutmen anggota untuk satu orang. Setelah ngobrol panjang, rupanya Fakhry ini aktif berorganisasi di luar, yaitu di IRM dan IPM, juga aktif sebagai konselor di Yayasan Cinta Anak Bangsa. Engga heran kuliah jadi prioritas nomor dua baginya.


Jumlah anggota IMM Psikologi sampai aku menyatakan sebagai Capres adalah 15 orang, (3 cowo & 12 cewe).

Di tengah persiapan PEMIRA, tanggal 21 – 23 November 2008, Cabang ngadain kegiatan DAD (Kaderisasi) di Bogor, dan aku terlibat dalam kepanitian. Tentu ini menjadi masalah, karena tanggal 24-nya adalah hari pertama pemasangan atribut capres di kampus. Tapi akhirnya kita sepakat, aku fokus untuk PEMIRA bersama Fakhry, Sarah dan 3 anggota kita ikut ke Bogor. Selama 3 hari itulah membuat berbagai keperluan PEMIRA untuk Progressive.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

2 comment:

fakridosq said...

ehm, good

fakridosq said...

ehm, good

Post a Comment