:Muhammad IqbaL
Di sebuah tanah terasing, ada sebuah “penjara” yang sangat nyaman dan modern, tampaknya. Penjara di mana substansi pejara tetap menjadi penjara yang berfungsi menahan siapa saja yang bersalah. Tapi...tidak! Penjara ini bukan untuk orang yang bersalah, justru karena mereka benar dan dalam upaya menujunjung tinggi kebenaran maka mereka dipenjarakan!!?
Ya begitulah... Penjara yang 60% dinding bangunannya terbuat dari baja yang sangat kokoh hasil temu dan olah pikir ilmuwan yang berasal dari negeri sebrang. Dan 40% bagian lain dari penjara adalah sentuhan metafisik yang teruji dan tak ada bandingannya. Sulit dibayangkan! Ya, karena memang tidak pernah ada dalam bayangan siapapun tentang penjara ini. Sementara, usia pembangunan penjaranya memakan waktu 25% dari abad yang dimiliki manusia. Fantastis!
Penjara macam apa ini...Yang konon hanya diisi oleh orang-orang yang jenius. Ya, dan orang berbondong-bondong dan terus berbondong-bondong tiap tahunnya menawarkan diri masuk ke dalam penjara ini. Lalu sebagian besarnya tidak bisa masuk karena gagal dalam penjaringan seleksi tahanan. Orang-orang menyebut penjara ini sebagai intellectual jail atau penjara intelektual, dan mereka menyebut para tahanannya dengan sebutan, MAHASISWA!
Ya penjara bagi mahasiswa!
“Dipenjarakan” oleh kebijakan dan peraturan, lalu menyisakan sedikit ruang gerak bagi mahasiswa untuk mengembangkan potensi lain yang mereka miliki di luar kepentingan akademis. ‘Menekan!’ Mengembalikan mahasiswa kepada tujuan utamanya menjadi mahasiswa, academic oriented!
Tapi, tunggu.. Apakah benar tujuan mahasiswa adalah hanya menjadi pembelajar di dalam kampus?? Dan apakah tujuan berkuliah adalah menggeluti tugas dan materi perkuliahan tiap hari?? Karena sesugguhnya ini tentang tujuan yang berbeda dari menjadi mahasiswa dan berkuliah..!?
Aku membayangkan jika tujuan mahasiswa hanya menjadi pembelajar di dalam kampus, dan berkuliah hanya untuk menggeluti tugas dan materi perkuliahan. Maka diskusi-diskusi di lorong-lorong kampus tentang hal-hal di luar materi kuliah menjadi kering.. Kegiatan-kegiatan yang berorientasi sosial yang biasa diadakan mahasiswa perlahan menguap dan tak tampak.. Jalanan mulai sepi kehabisan stok mahasiswa yang berdemonstrasi kritis meneriakkan aspirasi dan sikap atas kondisi sosial yang timpang.. Kepedulian sosial menjadi menipis di tubuh mahasiswa.. Kegiatan organisasi menjadi sepi dan loyo... Dan pada saatnya ranah mahasiswa hanya satu dan mungkin tetap hanya menjadi satu, kampus! Lalu di mana para aktivis?? Inikah satu masa yang disebut dengan, “Matinya para aktivis??!!”
Ya, karena mereka sibuk dengan tugas! Presentasi! Kerja kelompok! Lalu daftar bacaan mereka dibatasi pada apa yang hanya ada dalam silabus dan yang mendukung selesainya tugas mereka. Tanyakan pada mahasiswa (psikologi) buku apa yang mereka baca hari ini? Aku yakin pasti mereka membaca lebih dari satu jam tiap harinya, tapi sayang hanya buku kuliah yang ada di dalam tas!
Dulu, sebelum ada sistem SKS, mahasiswa tahun 70 dan 80-an, adalah mahasiswa yang kritis dan sosialis.. Jalanan ramai dengan aksi-aksi mahasiswa, daerah-daerah bencana juga tampak diisi oleh mahasiswa, ruang-ruang diskusi, aula dan lorong-lorong kampus digemakan dengan diskusi dan kajian-kajian materi di luar materi kuliah. Lalu munculah sistem SKS, “memenjarakan” mahasiswa di dalam kampus agar mereka tidak banyak turun ke jalan.. Dan tidak cukup dengan sistem SKS mahasiswa dipenjarakan dengan kebijakan lain yang lebih meyakinkan bahwa ruang gerak mahasiswa hanya di dalam kampus; ruang kuliah, lobi dan perpustakaan!
Mungkin bukan hanya aktivitas sosial yang akan sepi dari peran mahasiswa, tapi juga mall-mall, cafe-cafe dan tempat makan yang tentu bagi mahasiswa hedonis akan juga sepi. Tempat kerja dan perniagaan akan juga sepi bagi mahasiswa pekerja, dan lain sebagainya..
Ini semua tentang tujuan masing-masing individu mengapa mereka berkuliah dan apa yang mereka cari dengan memegang gelar sebagai MAHASISWA??!! Tidak cukup hanya menjadi pembelajar di dalam kampus, karena tujuan belajar bukan hanya pengetahuan, tetapi tentang memberi manfaat sebanyak-banyak bagi orang lain dan masyarakat.. Itu tujuan pembelajar!
Agent of social change! Adalah memberi manfaat sebanyak-banyaknya bagi orang lain. Perubahan sosial bisa dimulai dari memberi manfaat bagi kawan sebaya, lalu bagi kelompok belajar, lalu bagi beberapa kelompok, lalu bagi lingkungan kampus, lalu bagi masyarakat di luar kampus, lalu bagi satu daerah di mana kampus berada, lau bagi masyarakat yang lebih luas, lalu negara bahkan dunia..
Aku tidak mengkhawatirkan tentang intelektualitas mahasiswa, dan tentang segudang pengetahuan yang akan mereka miliki, tidak! Tetapi tentang bahwa ada sisi lain dari mahasiswa yang jangan sampai dilupakan. Menjadi mahasiswa bukan hanya menjadi pembelajar di dalam kampus, tetapi menjadi pembelajar yang aktif di sosial, pembelajar yang berhasi menemukan sisi lain dari mahasiswa, pembelajar yang multitalent, pembelajar yang kreatif, aktif, dan kritis, pembelajar yang tahu bahwa tugas terberat menjadi mahasiswa bukan Ujian Akhir Semester, melainkan agen perubahan sosial...!!
Salam mahasiswa!
-Tjabang, 10 April 2010-